A.
DASAR TEORI ETIKA BISNIS
Dalam masyarakat , manusia mengadakan
hubungan-hubungan antara lain hubungan agama, keluarga, perdangangan, politik,
dan sebagainya. Sifat hubungan ini sangat rumit dan coraknya berbagai ragam.
Hubungan antara manusia ini sangat peka, sebab sering dipengaruhi oleh emosi
yang tidak rasional. Manusia selalu berusaha agar tercapai kerukunan dan
kebahagiaan di dalam suatu masyarakat. Timbulah peraturan baik tertulis maupun
tidak tertulis yang kita sebut, etik, etika, norma , kaidah, atau tolak ukur.
Etika beradsal dari kata Yunani (Ethos), ta etha, berarti adat istiadat. Etika
berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seorang maupun pada
suatu masyarakat. Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tatacara hidup yang baik,
aturan hidup yang baik dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari
satu orang ke orang yang lain dari satu generasi ke generasi yang lain.
Etika merupakan olmu yang mendalami stnadar moral
perorangan dan standar moral masyarakat. Ia mempertanyakan bagaimana
standar-standar diaplikasikan dalam kehidupan kita dan apakah standar itu masuk
akal atau tidak masuk akal standar,
yaitu apakah didukung dengan penalaran yang bagus atau jelek.
Etika merupakan penelahahan standar moral, proses
pemeriksaan standar moral orang atau masyarakat apakah standar tersebut masuk
akal atau tidak untuk diterapkan dalam situasi dan permasalahan konkrit. Tujuan
akhir standar moral adalah mngembangkan bangunan standar moral yang kita rasa
masuk akal untuk dianut.
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mngenai moral yang benar
dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan
dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Menurut Zimmerer (1996:20), etika bisnis adalah suatu kode etik peruilaku
pengusaha berdasarkan nilai-nilai moral dan norma yang dijadikan tuntunan dalam
membuat keputusan dan memecahkan persoalan. Kemudian, menurut K. Bertens dalam Buku Pengantar Etika Bisnis, etika bisnis adalah pemikiran refleksi
kritis tentang moralitas dalam kegiatan ekonomi dan bisnis.
Etika bisnis merupakan
cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan
individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan
dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam
membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang
saham, masyarakat.
Perusahaan
meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis
dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati
kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis
dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan
menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan
dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
Tiga pendekatan dasar dalam
merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :
·
Utilitarian Approach: setiap tindakan harus didasarkan
pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya
mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada
masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya
serendah-rendahnya.
·
Individual Rights Approach: setiap orang dalam tindakan dan
kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun
tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan
terjadi benturan dengan hak orang lain.
·
Justice Approach: para pembuat keputusan mempunyai
kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada
pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
B.
MACAM-MACAM
ETIKA BISNIS
Ada
dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik buruknya
perikau manusia, yaitu :
1. Etika
Deskriptif, yaitu etika yang berusahan meneropong secara kritis dan rasional
sikap dan perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini
sebagai suatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar
untuk mengambil keputusan tentang perilaku/sikap yang akan diambil.
2. Etika
Normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola
perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai
sesuatu yang bernilai. Etika normative memberikan penilaian sekaligus member
norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Secara
umum, Etika dapat dibagi menjadi :
1. Etika
Umum berbicara mengenai norma dan nilai moral, kondisi-kondisi dasar bagi
manusia untuk bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan
etis, teori-teori etika, lembaga-lembaga normatif dan semacamnya.
2. Etika
Khusus adalah penerapan prinsip-prinsip atau norma-norma moral dasar dalam
bidang kehidupan yang khusus.
Etika
khusus dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Etika
Individual lebih menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya
sendiri.
2. Etika
Sosial berbicara mengenai hak dan kewajiban, sikap dan pola perilaku
manusia sebagai makhluk sosial dalam interaksinya dengan sesamanya.
3. Etika
Lingkungan Hidup, menjelaskan hubungan antara manusia dengan lingkungan
sekitarnya dan juga hubungan antar manusia yang satu dengan manusia yang
lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada lingkungan
hidup secara keseluruhan.
C. PRINSIP-PRINSIP ETIKA BISNIS
Secara umum etika bisnis
merupakan acuan cara yang harus ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan. Oleh karena itu, etika bisnis memiliki prinsip-prinsip
umum yang dijadikan acuan dalam melaksanakan kegiatan dan mencapai tujuan
bisnis yang dimaksud. Adapun prinsip prinsip etika bisnis tersebut sebagai
berikut :
1. Prinsip
Otonomi dalam Etika Bisnis
Prinsip otonomi dalam etika bisnis adalah bahwa perusahaan secara
bebas memiliki kewenangan sesuai dengan bidang yang dilakukan dan
pelaksanaannya sesuai dengan visi dan misi yang dipunyainya. Contoh prinsip
otonomi dalam etika binis : perusahaan tidak tergantung pada pihak lain untuk
mengambil keputusan tetapi perusahaan memiliki kekuasaan tertentu sesuai dengan
misi dan visi yang diambilnya dan tidak bertentangan dengan pihak lain.
Dalam prinsip otonomi etika bisnis lebih diartikan sebagai
kehendak dan rekayasa bertindak secara penuh berdasar pengetahuan dan keahlian
perusahaan dalam usaha untuk mencapai prestasi-prestasi terbaik sesuai dengan
misi, tujuan dan sasaran perusahaan sebagai kelembagaan. Disamping itu, maksud
dan tujuan kelembagaan ini tanpa merugikan pihak lain atau pihak eksternal.
2. Prinsip
Kejujuran dalam Etika Bisnis
Prinsip kejujuran dalam etika bisnis merupakan nilai yang paling
mendasar dalam mendukung keberhasilan kinerja perusahaan. Kegiatan bisnis akan
berhasil jika dikelola dengan prinsip kejujuran. Baik terhadap karyawan,
konsumen, para pemasok dan pihak-pihak lain yang terkait dengan kegiatan bisnis
ini. Prinsip yang paling hakiki dalam aplikasi bisnis berdasarkan kejujuran ini
terutama dalam pemakai kejujuran terhadap diri sendiri. Namun jika prinsip
kejujuran terhadap diri sendiri ini mampu dijalankan oleh setiap manajer atau
pengelola perusahaan maka pasti akan terjamin pengelolaan bisnis yang
dijalankan dengan prinsip kejujuran terhadap semua pihak terkait.
3. Prinsip
Keadilan dalam Etika Bisnis
Prinsip keadilan yang dipergunakan untuk mengukur bisnis
menggunakan etika bisnis adalah keadilan bagi semua pihak yang terkait
memberikan kontribusi langsung atau tidak langsung terhadap keberhasilan
bisnis. Para pihak ini terklasifikasi ke dalamstakeholder. Oleh karena
itu, semua pihak ini harus mendapat akses positif dan sesuai dengan peran yang
diberikan oleh masing-masing pihak ini pada bisnis. Semua pihak harus mendapat
akses layak dari bisnis. Tolak ukur yang dipakai menentukan atau memberikan
kelayakan ini sesuai dengan ukuran-ukuran umum yang telah diterima oleh
masyarakat bisnis dan umum. Contoh prinsip keadilan dalam etika bisnis : dalam
alokasi sumber daya ekonomi kepada semua pemilik faktor ekonomi. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara memberikan harga yang layak bagi para konsumen,
menyepakati harga yang pantas bagi para pemasok bahan dan alat produksi,
mendapatkan keuntungan yang wajar bagi pemilik perusahaan dan lain-lain.
4. Prinsip
Hormat Pada Diri Sendiri dalam Etika Bisnis
Prinsip hormat pada diri sendiri dalam etika bisnis merupakan
prinsip tindakan yang dampaknya berpulang kembali kepada bisnis itu sendiri.
Dalam aktivitas bisnis tertentu ke masyarakat merupakan cermin diri bisnis yang
bersangkutan. Namun jika bisnis memberikan kontribusi yang menyenangkan bagi
masyarakat, tentu masyarakat memberikan respon sama. Sebaliknya jika bisnis
memberikan image yang tidak menyenangkan maka masyarakat tentu tidak menyenangi
terhadap bisnis yang bersangkutan. Namun jika para pengelola perusahaan ingin
memberikan respek kehormatan terhadap perusahaan, maka lakukanlah respek
tersebut para pihak yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak
langsung.
D.
ETIKA
BISNIS YANG BAIK
Menurut
Richard De George, bila perusahaan ingin sukses/berhasil memerlukan 3 hal
pokok, yaitu:
1. Produk
yang baik.
2. Managemen
yang baik.
3. Memiliki
Etika.
Tiga
pokok dari bisnis yaitu, (dari sudut pandang ekonomi, hukum dan etika).
1. Sudut
pandang ekonomis
Bisnis adalah kegiatan ekonomis. Yang terjadi disini
adalah adanya interaksi antara produsen/perusahaan dengan pekerja, produsen
dengan konsumen, produsen dengan produsen dalam sebuah organisasi,. Kegiatan
antar manusia ini adalah bertujuan untuk mencari untung olrh karena itu menjadi
kegiatan ekonomis. Pencarian keuntungan dalam bisnis tidak bersifat sepihak,
tetapi dilakukan melalui interaksi yang melibatkan beberapa pihak. Dari sudut
pandang ekonomis, good business adalah bisnis yang bukan saja menguntungkan,
tetapi juga bisnis yang berkualitas etis.
2. Sudut
pandang moral
Dalam bisnis, berorientasi pada profit, adalah sangat
wajar, akan tetapi jangan keuntungan yang diperoleh tersebut justru merugikan
pihak lain. Tidak semua yang bisa kita lakukan boleh dilakukan juga. Kita harus
menghormati kepentingan dan hak orang lain. Pantas diperhatikan, bahwa dengan
itu kita sendiri tidak dirugikan, karena menghormati kepentingan dan hak orang
lain itu juga perlu dilakukan demi kepentingan bisnis kita sendiri.
3. Sudut
pandang hokum
Bisa dipastikan bahwa kegiatan bisnis juga terkait
dengan “Hukum” Hukum Dagang atau Hukum Bisnis, yang merupakan cabang penting
dari ilmu hokum modern. Dan dalam praktek hukum banyak masalah timbul dalam
hubungan bisnis, pada taraf nasional maupun internasional.
E. PENERAPAN ETIKA BISNIS DI INDONESIA
Ketika menjalani kehidupan dan
peradaban modern yang semakin hari bertambah kompleks, seperti zaman
globalisasi sekarang ini, maka keberadaan etika bisnis menjadi teramatlah
penting, dikarenakan beberapa hal:
1. Bagi anggota masyarakat global yang
sudah maju perekonomiannya, senantiasa akan sangat berharap dan membutuhkan
hadirnya kinerja etika bisnis yang tinggi. Saat ini tampak nyata bahwa
organisasi bisnis yang memiliki kinerja etika yang tinggi cepat sekali memperoleh
dukungan besar dan pembenaran total kiprah bisnisnya dari masyarakat manca
negara. Situasi seperti ini mampu menumbuhkan suasana timbal balik yang saling
menguntungkan antara dunia bisnis dan masyarakat yang mengayominya, sehingga
memungkinkan terjadinya kerjasama, suatu kemitraan sejati yang egaliter, untuk
meraih manfaat ekonomis sekaligus sosial dalam setiap aktivitas bisnis yang
dilakukannya. Namun, sangat disayangkan sekali, jika mencermati kasus di
Indonesia, muncul keanehan tersendiri. Dikarenakan etika bisnis belum menjadi
acuan moral kolektif anak bangsa, justru organisasi bisnis dengan kinerja etika
bisnis yang tinggi adakalanya malahan tersingkir dan tersungkur, akibat praktik
persaingan yang tidak sehat. Masyarakat pun seringkali tidak begitu ambil
pusing dengan etika bisnis, misalnya saja dengan tetap membeli barang-barang
selundupan ataupun barang-barang bajakan, apalagi pemberlakuan hukum belum juga
berdiri kokoh memberikan perlindungannya.
2. Kepatutan bertindak etika, baik
pihak organisasi maupun para pekerjanya, untuk menghindari diri dari berbagai
kemungkinan terjadinya derita kerugian material ataupun sosietal terhadap
kelompok-kelompok pemangku kepentingan dalam masyarakat, seperti para
pelanggan, pemasok, perantara, dan pesaing. Contoh paling aktual yang
menggegerkan adalah terungkapnya penggunaan bahan pengawet (formalin) untuk
mengawetkan makanan.
3. Upaya untuk melindungi terjaganya
atmosfir berbisnis dari hadirnya kemungkinan buruk akan “berkembang biaknya
virus” perilaku-perilaku nonetikal, baik yang bersumber dari lingkungan
internal maupun lingkungan eksternal organisasi. Disinyalir belakangan ini
semakin sering saja terjadi kasus-kasus pencurian terhadap barang-barang milik
organisasi dikarenakan minimnya informasi atau kurangnya penyuluhan mengenai
etika bisnis yang disepakati bersama. Selain itu, masih banyak dijumpai pula
kasus-kasus praktik berbisnis curang yang dilakukan oleh para pesaing karena
hanya tergiur lamunan akan perolehan laba jangka pendek tanpa sedikit pun memahami
keterkaitannya dengan kepentingan jangka panjang demi mengusung ketertiban
tatanan etikal masyarakat.
4. Berkembangnya kinerja etikal yang
tinggi secara otomatis akan melindungi indvidu yang tengah bekerja di
lingkungan bisnis dari situasi kerja yang saling melanggar moralitas, seperti
penggunaan barang-barang berbahaya bagi para pekerja maupun bagi konsumen,
pembuatan laporan keuangan serba palsu yang bertolak belakang dengan hati
nurani, dan juga dari kemungkinan akan ketiadaan infrastruktur yang memenuhi
persyaratan kesehatan serta mencegah minimnya standarisasi keselamatan kerja.
Biasanya, organisasi-organisasi yang menangani pekerjanya dengan integritas
etikal yang tinggi, mampu memompakan produktivitas kerja yang tinggi pula.
5. Pada dasarnya setiap orang ingin
bertindak konsisten dengan norma-norma etikal yang dianutnya. Seandainya
terdapat pertentangan nilai-nilai etika bisnis, antara dirinya dengan
organisasi tempat ia bekerja (sepanjang hari), jika hal demikian berlangsung
secara berkepanjangan, akan mendorong timbulnya gangguan emosional (stres) –
atau bahkan lebih lanjut dapat menyemai terbentuknya perilaku neurotik
(terkungkung bayang-bayang kecemasan fiktif) yang pada tingkatan klinis bisa
berubah menjadi depresi (terkungkung suasana kemurungan akut) – yang akan
berdampak menurunkan daya kreativitas ataupun tingkat produktivitas seorang
pekerja. Oleh karenanya, iklim etikal yang kondusif dan diterapkan secara
konsisten pastilah akan memberikan nuansa ketenangan batin dan kenyamanan
psikologis bagi pekerja, menjadikan mereka betah bekerja berlama-lama di suatu
organisasi.
Di Indonesia sendiri, kecenderungan penerapan etika bisnisnya
saat ini – sebagaimana yang sering dilaporkan oleh media massa – memang kian
terasa menyedihkan, dikarenakan masih lemahnya moralitas para pengusaha
Indonesia, yang dibarengi pula oleh carut-marutnya perundang-undangan dan
hilangnya wibawa aparat penegak hukum dikarenakan citranya kerap tercoreng
perilaku koruptif. Jika keadaan demikian terus menerus dibiarkan berlarut-larut
tanpa terkesan ada upaya serius, konsepsional, dan konsisten untuk segera
memperbaikinya, boleh jadi dapat diprediksikan Indonesia diprediksi dapat terjerembab
ulang tanpa jalan pulang, yakni : semakin pendek “tarikan nafas” kehidupan
perekonomiannya sekaligus terbuka kemungkinan luas menjadi amat terkucilkan
kiprah para pelaku bisnisnya dari ajang pergaulan kaum investor dunia.
REFERENSI: