Ide dan
gerakan koperasi sudah tampak pada abad ke-19 yang bertujuan dapat mewadahi
gerakan sosial-ekonomi masyarakat dan mensejahterakan rakyatnya. Ide ini
berawal ketika keadaan finansial masyarakat yang buruk karena begitu banyaknya
lintah darat dan tengkulak pengijon. Hal ini terjadi akibat dari gaji kaum
priyayi yang kecil sehingga mereka terpaksa berhutang pada lintah darat untuk
memenuhi kebutuhannya. Namun lintah darat ini justru membebankan mereka kembali
dengan bunga yang sangat tinggi. Kemudian banyak petani yang menderita akibat
ulah para pengijon.
Landasan
inilah yang membuat Patih Raden Ngabei Ariawiriaatmadja (Patih Purwokerto)
untuk mendirikan Bank khusus untuk menolong para priyayi (Pegawai Negeri)
melepaskan diri dari cengkraman para lintah darat dan tengkulak pengijon di
kota Purwokerto yaitu Bank Simpan-Pinjam. Bagi generasi pasca Bahasa Belanda
(dalam Bahasa Inggris) disebut sebagai “the Purwokerto Mutual Loan and Savings
Bank for Native Civil Servants” yang artinya kurang lebih sama dengan Bank
Simpan-Pinjam para ‘priyayi’ Purwokerto. Sehingga bank tersebut dikenal dengan
Bank Priyayi.
Gebrakan
Patih wiriaatmadja ini mendapat dukungan penuh dari Asisten residen Purwokerto
E. Sieburg, dimana beliau adalah atasan sang Patih. Namun, tak lama kemudian
E.Sieburg digantikan oleh de Wolf Westerode yang baru datang dari Belanda, dan
ingin mewujudkan cita-citanya menyediakan kredit bagi para petani melalui
konsep koperasi Raiffeisen dan menyarankan
kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan Bank Pertolongan, Tabungan
dan Pertanian. Konsep koperasi ini dicetuskan oleh Friedrich Wilhem Raiffeisen
(Jerman) berupa koperasi kredit pertanian. Beliau kemudian memperluas lingkup
dan jangkauan bank priyayi ini ( De Purwokertosche Hulp en Spaarbank der
Inlandsche Hoofden – dalam Bahasa Belanda) sampai ke desa-desa dan mencakup
pula kredit pertanian, sehingga pada tahun 1896 berdirilah “De Purwokertosche
Hulp, Spaar en Landbouw Creditbank” atau dalam Bahasa Indonesia Bank Simpan
Pinjam dan Kredit Pertanian Purwokerto. Kemudian bank ini terus berkembang
hingga membangun lumbung-lumbung desa sebagai lembaga simpan-pinjam para petani
bukan dalam bentuk uang, tetapi petani
menyimpan panennya disana lalu memberi pinjaman padi pada musim panceklik.
Namun pada
saat itu, pemerintah Hindia Belanda memiliki pemikiran lain. Bank tersebut
tidak diubah menjadi koperasi seperti yang disarankan oleh de Wolf Westerode, pemerintah justru mendirikan bank-bank desa,
lumbung desa baru, rumah gadai dan kas sentral yang disebut dengan De
Javanesche Bank yang kemudian bernama Bank Rakyat Indonesia. Mereka khawatir
apabila koperasi ini didirikan akan dimanfaatkan oleh politikus pribumi untuk
tujuan yang membahayakan pemerintah colonial Belanda.
Setelah
zaman penjajahan Belanda, giliran Jepang-lah yang menguasai Indonesia. Jepang juga mendirikan sebuah koperasi yang
diberi nama “Kumiyai” sebagai bentuk propaganda Jepang yang mengaku sebagai
saudara tua dengan merekrut beberapa tokoh nasionalis. Awalnya operasi dari
koperasi ini berjalan lancar dan dapat membantu rakyat Indonesia namun seiring
dengan kekalahan Jepang di Perang dunia II, fungsi koperasi ini berubah secara
drastis menjadi peraup keuntungan bagi Jepang sehingga rakyat Indonesia kembali
melarat.
Indonesia
baru mengenal perundang-undangan koperasi pada tahun 1915, sejak diterbitkannya
“Verordening op de Coorperative Vereninging”, Kononklijk besluit 7 April 1915,
Indisch Staatsblad No. 431. Peraturan ini tidak ada bedanya dengan
Undang-Undang Koperasi Negeri Belanda menurut Staatblad tahun 1876 No.277.
Jadi, karena perundang-undangan koperasi baru ada pada tahun 1915, maka pada
tahun 1895 (zaman penjajahan Belanda tadi) Indonesia belum mengenal badan hukum
koperasi.
Pada tahun
1920, diadakan Coorperative Comissie yang diketuai oleh Dr. JH. Boeke sebagai
Adviseur voor Volks-credietwezen. Komisi ini diberi tugas untuk menyelidiki
apakah koperasi bermanfaat bagi Indonesia. Pada bulan September 1921,
diperolehlah hasil bahwa koperasi dibutuhkan untuk memperbaiki perekonomian
rakyat. Kemudian pada tahun 1927 dikeluarkanlah Rageling Inlandsche
Coorperative Vereebigingen yaitu sebuah peraturan tentang koperasi yang khusus
berlaku bagi golongan bumi putera. Pada tanggal 12 Juli 1947 pasca kemerdekaan,
diselenggarakan kongres gerakan koperasi se-Jawa yang pertama di Tasikmalaya.
Dalam kongres tersebut, terbentuklah
SOKRI (Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia) yang menjadikan
tanggal 12 Juli tersebut sebagai Hari Koperasi, serta menganjurkan untuk
diadakannya pendidikan koperasi di kalangan pengurus, pegawai dan masyarakat
supaya koperasi terus berkembang di Indonesia demi kesejahteraan rakyat.
Dalam proses perjuangan grakan koperasi, pada tahun 1951 di Jawa Barat dan Sumatera Utara didirikan badan-badan koordinasi yang merupakan badan penghubung cita-cita antar koperasi serta merupakan sumber penerangan dan pendidikan bagi anggota koperasi. Pemerintah juga mengeluarkan peraturan pemerintah No. 140 tentang penyaluran Bahan Pokok dan menugaskan koperasi sebagai pelaksananya pada tahun 1960. Kemudian pada tahun 1961, diselenggarakan Musyawarah Nasional Koperasi I (Munaskop I) pertama kali di Surabaya untuk melaksanakan demokrasi terpimpin dan ekonomi terpimpin dan berlanjut pada Munaskop II di Jakrta pada tahun 1965 yang membahas pengambilalihan koperasi oleh kekuatan-kekuatan politik sebagai pelaksanaan UU baru. Kemudian tahun 1967, pemerintah mengeluarkan UU No. 12 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian yang mulai berlaku mulai tanggal 18 Desember 1967 dan kemudian diganti menjadi UU No. 25 Tahun 1992. Dengan keluarnya UU inilah, Koperasi wajib menyesuaikan diri dan dilakukan penertiban organisasi koperasi sehingga koperasi wajib berbadan hukum.
Dalam proses perjuangan grakan koperasi, pada tahun 1951 di Jawa Barat dan Sumatera Utara didirikan badan-badan koordinasi yang merupakan badan penghubung cita-cita antar koperasi serta merupakan sumber penerangan dan pendidikan bagi anggota koperasi. Pemerintah juga mengeluarkan peraturan pemerintah No. 140 tentang penyaluran Bahan Pokok dan menugaskan koperasi sebagai pelaksananya pada tahun 1960. Kemudian pada tahun 1961, diselenggarakan Musyawarah Nasional Koperasi I (Munaskop I) pertama kali di Surabaya untuk melaksanakan demokrasi terpimpin dan ekonomi terpimpin dan berlanjut pada Munaskop II di Jakrta pada tahun 1965 yang membahas pengambilalihan koperasi oleh kekuatan-kekuatan politik sebagai pelaksanaan UU baru. Kemudian tahun 1967, pemerintah mengeluarkan UU No. 12 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian yang mulai berlaku mulai tanggal 18 Desember 1967 dan kemudian diganti menjadi UU No. 25 Tahun 1992. Dengan keluarnya UU inilah, Koperasi wajib menyesuaikan diri dan dilakukan penertiban organisasi koperasi sehingga koperasi wajib berbadan hukum.
Sumber :
Sitio, Arifin.,
Halomoan, Tamba. 2001. Koperasi : Teori dan Praktik. Jakarta : Penerbit
Erlangga
Saya Widaya Tarmuji, saya menggunakan waktu ini untuk memperingatkan semua rekan saya INDONESIA. yang telah terjadi di sekitar mencari pinjaman, Anda hanya harus berhati-hati. satu-satunya tempat dan perusahaan yang dapat menawarkan pinjaman Anda adalah TRACY MORGAN LOAN FIRM. Saya mendapat pinjaman saya dari mereka. Mereka adalah satu-satunya pemberi pinjaman yang sah di internet. Lainnya semua pembohong, saya menghabiskan hampir 32 juta di tangan pemberi pinjaman palsu.
BalasHapusTapi Tracy Morgan memberi saya mimpi saya kembali. Ini adalah alamat email yang sebenarnya mereka: tracymorganloanfirm@gmail.com. Email pribadi saya sendiri: widayatarmuji@gmail.com. Anda dapat berbicara dengan saya kapan saja Anda inginkan. Terima kasih semua untuk mendengarkan permintaan untuk saran saya. hati-hati