Assalammu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh
Pada zaman pemerintahan Umar bin
Khattab, ada seorang pemuda datang ke masjid madinah lalu berteriak meminta
kepada siapapun untuk menemaninya berjihad. Umar memegang tangannya lalu
berkata kepada sahabatnya yang lain : “Siapa diantara kalian yang mau
memeperkerjakan pemuda ini dan memberinya upah setimpal?”. Kemudian seorang
sahabat mengangkat tangannya dan menawarkan kepada pemuda itu untuk menjadi
pekerja dikebunnya. Setelah itu, pemuda itu dibawa dan dipekerjakan di kebun
sahabat tersebut. Setelah beberapa bulan, Umar bertanya kepada sahabat yang
telah mempekerjakan pemuda itu, lalu meminta pemuda itu dengan gaji yang
diperolehnya. Setelah mereka dating dan membawa uang yang lumayan banyak, Umar
langsung menyuruh pemuda tersebut kembali ke rumahnya dan menjelaskan bahwa
itulah bagian dari jihad.
Jihad
berarti ‘bersungguh-sungguh’. Pekerjaan yang dilakukan secara sungguh-sungguh bisa
dikategorikan sebagai berjihad. Islam mengajarkan kepada kita untuk bekerja
dengan sungguh-sungguh, berproduktif, dan tidak boleh bermalas-malasan. Hal ini
tentu akan membawa manusia untuk meningkatkan taraf hidup dan memperoleh
kehidupan yang layak. Dari mana? Tentu dari harta yang mereka peroleh sebagai
upah kerja kerasnya.
Dalam
islam, kita diajarkan untuk mencari harta agar memperoleh kehidupan yang layak
sehingga kita bisa melakukan hal-hal yang diajurkan dalam islam seperti
bersedekah, Infaq, zakat, membangun masjid untuk umat, dan yang sangat
diajurkan sesuai rukun islam yang ke-5 yaitu beribadah haji. Dengan memiliki
harta, tentu umat muslim akan terhindar dari fitnah kemiskinan dan tidak
dipandang rendah oleh dunia luar. “dan aku berlindung dengan-Mu dari keburukan
fitnah kekayaan dan fitnah kemiskinan…” (HR. Bukhari)
Berati
mencari harta itu penting dong? Harta
itu penting tapi harta BUKANLAH tujuan utama. Fungsi utama harta hanyalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah
subhanallah wata’ala.Islam tidak mempebolehkan memanfaatkan harta secara semena-mena
tapi seperlunya saja. Semua ada batasan dan aturannya. Sedekahkan sebagian harta yang diperoleh untuk
kepetingan umat. Ingat ! Pemilik harta yang hakiki hanyalah Allah subhanallah
wata’ala. Kita diamanahkan sebagai khalifah untuk mengelola harta tersebut
dalam menyejahterakan umat. Dengan demikian manusia penting, menerapkan ukuran
Allah dalam mengelola kekayaan mereka. Selain harta, manusia juga harus
dilandasi dengan ilmu. Ilmu disini lebih menekankan pada ilmu agama yaitu
semata-mata untuk mencari keridhaan-Nya. Jangan sampai kita terjebak dalam
konsep kapitalis yaitu hanya mementingkan diri sendiri.
Ekonomi
islam tentu berbeda sangat berbeda dengan ekonomi kapitalis dan social komunis.
Ekonomi kapitalisme hanya menerapkan kepemilikan secara individu. Tujuan mereka
hanyalah mencari keuntungan semaksimal mungkin tanpa melihat halal-haram dalam
mencapai hal tersebut karena system ini tidak didasari oleh akhlak. Sistem ini
sudah diterapkan sejak abad ke -20 dimana mereka mengekploitasi SDA secara besar-besaran,
memonopoli perdagangan sehingga sulit bagi para pedagang kecil untuk masuk
kedalam pasar. Kebebasan berkonomi dan persaingan bebas mengakibatkan adanya
ketimpangan ekonomi dalam suatu Negara. Intinya yang kaya makin kaya, yang
miskin makin miskin.
Ekonomi
social komunis justru berbanding terbalik dengan ekonomi kapitalisme yaitu
kebersamaan. Harta yang diperoleh digunakan secara bersama-sama. Mereka tidak
menganggap kepemilikan secara pribadi. Ibarat seseorang yang bekerja di kantor
dan berpendidikan setinggi apapun akan menerima upah yang sama dengan buruh
yang bekerja di sawah. Mereka menginginkan semua kekayaan ekonomi dibagi sama
rata karena dalam system ini semua orang memiliki hak dan kewajiban yang sama
dalam menikmati sumber-sumber ekonomi. Secara singkat, ekonomi social komunis
mendambakan kemakuran bersama dalam mendorong pelaksanaan kebersamaan dalam
berbagai hal. Lalu apa yang salah? Ketika seorang individu yang sudah bekerja
dengan susah payah,ia tentu tidak langsung merelakan semua kekayaannya kepada
Negara dengan alasan kebersamaan. Sedangkan individu lain yang serba kekurangan
justru akan menjadi lemah dan malas. Mereka merasa tidak perlu berusaha kuat
atau memiliki kelebihan dalam berusaha karena segigih apapun usaha mereka hasilnya
sama saja.
Maka
untuk menyelesaikan masalah ini, solusinya adalah ekonomi islam. Islam tidak
hanya mengajarkan soal ibadah seperti solat, puasa, membaca Al-quran dan
lainnya, tapi islam juga mengajarkan bagaimana cara bertransaksi atau berdagang
yang baik sesuai pada Al-Quran dan Al- hadits. Ekonomi islam dilandasi pada
prinsip keseimbangan (wasathiah) yaitu dalam menjalankan kehidupan ekonominya
haru dapat menyeimbangkan antara dunia dan akhirat sehingga manusia tidak
terjebak dalam ekstreminitas kehidupan dunia. Ekonomi juga memiliki perpaduan
antara kepemilikan secara individu dan kepemilikan bersama.
Tidak
hanya secara ekonomi, islam juga mengajarkan keseimbangan dalam kehidupan.
“Sebaik-baik kamu adalah orang yang tidak meninggalkan akhirat karena dunianya,
dan tidak meninggalkan dunia karena akhiratnya dan tidak menjadi beban manusia”
(HR. Al-Khatib Al-Baghdadi). Apapun yang dikerjakan untuk kepentingan dunia
yang didasarkan pada petunjuk illahi akan menjadi perhitungan untuk kepentingan
akhir kelak.
Islam
mengabarkan kepada kita supaya bekerja untuk kepentingan dunia seakan-akan kita
akan hidup selamanya, dan bekerja untuk kepentingan akhirat seolah-olah kita akan mati esok. Itulah wasiat Ali bin
Abi Thalib yang menjadi kekuatan umat muslim dalam
mengatur strategi untuk berjihad melawan kekuatan liberalisme.
Itulah beberapa catatan yang saya dapat, bersumber dari buku Jihad Ekonomi Islam oleh Jafril Khalil Ph.D. Semoga catatan ini dapat bermanfaat bagi anda. Terima kasih :)
Wassalammu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar