Rabu, 19 Oktober 2016

Etika Bisnis

A.    DASAR TEORI ETIKA BISNIS
Dalam masyarakat , manusia mengadakan hubungan-hubungan antara lain hubungan agama, keluarga, perdangangan, politik, dan sebagainya. Sifat hubungan ini sangat rumit dan coraknya berbagai ragam. Hubungan antara manusia ini sangat peka, sebab sering dipengaruhi oleh emosi yang tidak rasional. Manusia selalu berusaha agar tercapai kerukunan dan kebahagiaan di dalam suatu masyarakat. Timbulah peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang kita sebut, etik, etika, norma , kaidah, atau tolak ukur.
Etika beradsal dari kata Yunani (Ethos), ta etha, berarti adat istiadat. Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seorang maupun pada suatu masyarakat. Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tatacara hidup yang baik, aturan hidup yang baik dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain dari satu generasi ke generasi yang lain.
Etika merupakan olmu yang mendalami stnadar moral perorangan dan standar moral masyarakat. Ia mempertanyakan bagaimana standar-standar diaplikasikan dalam kehidupan kita dan apakah standar itu masuk akal atau tidak masuk akal  standar, yaitu apakah didukung dengan penalaran yang bagus atau jelek.
Etika merupakan penelahahan standar moral, proses pemeriksaan standar moral orang atau masyarakat apakah standar tersebut masuk akal atau tidak untuk diterapkan dalam situasi dan permasalahan konkrit. Tujuan akhir standar moral adalah mngembangkan bangunan standar moral yang kita rasa masuk akal untuk dianut.
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mngenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Menurut Zimmerer (1996:20), etika bisnis adalah suatu kode etik peruilaku pengusaha berdasarkan nilai-nilai moral dan norma yang dijadikan tuntunan dalam membuat keputusan dan memecahkan persoalan. Kemudian, menurut K. Bertens dalam Buku Pengantar Etika Bisnis, etika bisnis adalah pemikiran refleksi kritis tentang moralitas dalam kegiatan ekonomi dan bisnis.
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
Tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :
·         Utilitarian Approach: setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
·         Individual Rights Approach: setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
·         Justice Approach: para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.

B.     MACAM-MACAM ETIKA BISNIS
Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik buruknya perikau manusia, yaitu :
1.      Etika Deskriptif, yaitu etika yang berusahan meneropong secara kritis dan rasional sikap dan perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai suatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang perilaku/sikap yang akan diambil. 
2.      Etika Normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normative memberikan penilaian sekaligus member norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.


Secara umum, Etika dapat dibagi menjadi :
1.      Etika Umum berbicara mengenai norma dan nilai moral, kondisi-kondisi dasar bagi manusia untuk bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika, lembaga-lembaga normatif dan semacamnya.
2.      Etika Khusus adalah penerapan prinsip-prinsip atau norma-norma moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus.
Etika khusus dibagi menjadi 3, yaitu:
1.      Etika Individual lebih menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
2.      Etika Sosial berbicara mengenai hak dan kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai makhluk sosial dalam interaksinya dengan sesamanya.
3.      Etika Lingkungan Hidup, menjelaskan hubungan antara manusia dengan lingkungan sekitarnya dan juga hubungan antar manusia yang satu dengan manusia yang lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada lingkungan hidup secara keseluruhan.

C.    PRINSIP-PRINSIP ETIKA BISNIS
Secara umum etika bisnis merupakan acuan cara yang harus ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Oleh karena itu, etika bisnis memiliki prinsip-prinsip umum yang dijadikan acuan dalam melaksanakan kegiatan dan mencapai tujuan bisnis yang dimaksud. Adapun prinsip prinsip etika bisnis tersebut sebagai berikut :

1.      Prinsip Otonomi dalam Etika Bisnis
Prinsip otonomi dalam etika bisnis adalah bahwa perusahaan secara bebas memiliki kewenangan sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya sesuai dengan visi dan misi yang dipunyainya. Contoh prinsip otonomi dalam etika binis : perusahaan tidak tergantung pada pihak lain untuk mengambil keputusan tetapi perusahaan memiliki kekuasaan tertentu sesuai dengan misi dan visi yang diambilnya dan tidak bertentangan dengan pihak lain.
Dalam prinsip otonomi etika bisnis lebih diartikan sebagai kehendak dan rekayasa bertindak secara penuh berdasar pengetahuan dan keahlian perusahaan dalam usaha untuk mencapai prestasi-prestasi terbaik sesuai dengan misi, tujuan dan sasaran perusahaan sebagai kelembagaan. Disamping itu, maksud dan tujuan kelembagaan ini tanpa merugikan pihak lain atau pihak eksternal.

2.      Prinsip Kejujuran dalam Etika Bisnis
Prinsip kejujuran dalam etika bisnis merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung keberhasilan kinerja perusahaan. Kegiatan bisnis akan berhasil jika dikelola dengan prinsip kejujuran. Baik terhadap karyawan, konsumen, para pemasok dan pihak-pihak lain yang terkait dengan kegiatan bisnis ini. Prinsip yang paling hakiki dalam aplikasi bisnis berdasarkan kejujuran ini terutama dalam pemakai kejujuran terhadap diri sendiri. Namun jika prinsip kejujuran terhadap diri sendiri ini mampu dijalankan oleh setiap manajer atau pengelola perusahaan maka pasti akan terjamin pengelolaan bisnis yang dijalankan dengan prinsip kejujuran terhadap semua pihak terkait.

3.      Prinsip Keadilan dalam Etika Bisnis
Prinsip keadilan yang dipergunakan untuk mengukur bisnis menggunakan etika bisnis adalah keadilan bagi semua pihak yang terkait memberikan kontribusi langsung atau tidak langsung terhadap keberhasilan bisnis. Para pihak ini terklasifikasi ke dalamstakeholder. Oleh karena itu, semua pihak ini harus mendapat akses positif dan sesuai dengan peran yang diberikan oleh masing-masing pihak ini pada bisnis. Semua pihak harus mendapat akses layak dari bisnis. Tolak ukur yang dipakai menentukan atau memberikan kelayakan ini sesuai dengan ukuran-ukuran umum yang telah diterima oleh masyarakat bisnis dan umum. Contoh prinsip keadilan dalam etika bisnis : dalam alokasi sumber daya ekonomi kepada semua pemilik faktor ekonomi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan harga yang layak bagi para konsumen, menyepakati harga yang pantas bagi para pemasok bahan dan alat produksi, mendapatkan keuntungan yang wajar bagi pemilik perusahaan dan lain-lain.

4.      Prinsip Hormat Pada Diri Sendiri dalam Etika Bisnis
Prinsip hormat pada diri sendiri dalam etika bisnis merupakan prinsip tindakan yang dampaknya berpulang kembali kepada bisnis itu sendiri. Dalam aktivitas bisnis tertentu ke masyarakat merupakan cermin diri bisnis yang bersangkutan. Namun jika bisnis memberikan kontribusi yang menyenangkan bagi masyarakat, tentu masyarakat memberikan respon sama. Sebaliknya jika bisnis memberikan image yang tidak menyenangkan maka masyarakat tentu tidak menyenangi terhadap bisnis yang bersangkutan. Namun jika para pengelola perusahaan ingin memberikan respek kehormatan terhadap perusahaan, maka lakukanlah respek tersebut para pihak yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung.

D.    ETIKA BISNIS YANG BAIK
Menurut Richard De George, bila perusahaan ingin sukses/berhasil memerlukan 3 hal pokok, yaitu:
1.      Produk yang baik.
2.      Managemen yang baik.
3.      Memiliki Etika.
Tiga pokok dari bisnis yaitu, (dari sudut pandang ekonomi, hukum dan etika).
1.      Sudut pandang ekonomis
Bisnis adalah kegiatan ekonomis. Yang terjadi disini adalah adanya interaksi antara produsen/perusahaan dengan pekerja, produsen dengan konsumen, produsen dengan produsen dalam sebuah organisasi,. Kegiatan antar manusia ini adalah bertujuan untuk mencari untung olrh karena itu menjadi kegiatan ekonomis. Pencarian keuntungan dalam bisnis tidak bersifat sepihak, tetapi dilakukan melalui interaksi yang melibatkan beberapa pihak. Dari sudut pandang ekonomis, good business adalah bisnis yang bukan saja menguntungkan, tetapi juga bisnis yang berkualitas etis.

2.      Sudut pandang moral
Dalam bisnis, berorientasi pada profit, adalah sangat wajar, akan tetapi jangan keuntungan yang diperoleh tersebut justru merugikan pihak lain. Tidak semua yang bisa kita lakukan boleh dilakukan juga. Kita harus menghormati kepentingan dan hak orang lain. Pantas diperhatikan, bahwa dengan itu kita sendiri tidak dirugikan, karena menghormati kepentingan dan hak orang lain itu juga perlu dilakukan demi kepentingan bisnis kita sendiri.

3.      Sudut pandang hokum
Bisa dipastikan bahwa kegiatan bisnis juga terkait dengan “Hukum” Hukum Dagang atau Hukum Bisnis, yang merupakan cabang penting dari ilmu hokum modern. Dan dalam praktek hukum banyak masalah timbul dalam hubungan bisnis, pada taraf nasional maupun internasional.

E.     PENERAPAN ETIKA BISNIS DI INDONESIA
Ketika menjalani kehidupan dan peradaban modern yang semakin hari bertambah kompleks, seperti zaman globalisasi sekarang ini, maka keberadaan etika bisnis menjadi teramatlah penting, dikarenakan beberapa hal:
1.      Bagi anggota masyarakat global yang sudah maju perekonomiannya, senantiasa akan sangat berharap dan membutuhkan hadirnya kinerja etika bisnis yang tinggi. Saat ini tampak nyata bahwa organisasi bisnis yang memiliki kinerja etika yang tinggi cepat sekali memperoleh dukungan besar dan pembenaran total kiprah bisnisnya dari masyarakat manca negara. Situasi seperti ini mampu menumbuhkan suasana timbal balik yang saling menguntungkan antara dunia bisnis dan masyarakat yang mengayominya, sehingga memungkinkan terjadinya kerjasama, suatu kemitraan sejati yang egaliter, untuk meraih manfaat ekonomis sekaligus sosial dalam setiap aktivitas bisnis yang dilakukannya. Namun, sangat disayangkan sekali, jika mencermati kasus di Indonesia, muncul keanehan tersendiri. Dikarenakan etika bisnis belum menjadi acuan moral kolektif anak bangsa, justru organisasi bisnis dengan kinerja etika bisnis yang tinggi adakalanya malahan tersingkir dan tersungkur, akibat praktik persaingan yang tidak sehat. Masyarakat pun seringkali tidak begitu ambil pusing dengan etika bisnis, misalnya saja dengan tetap membeli barang-barang selundupan ataupun barang-barang bajakan, apalagi pemberlakuan hukum belum juga berdiri kokoh memberikan perlindungannya.

2.      Kepatutan bertindak etika, baik pihak organisasi maupun para pekerjanya, untuk menghindari diri dari berbagai kemungkinan terjadinya derita kerugian material ataupun sosietal terhadap kelompok-kelompok pemangku kepentingan dalam masyarakat, seperti para pelanggan, pemasok, perantara, dan pesaing. Contoh paling aktual yang menggegerkan adalah terungkapnya penggunaan bahan pengawet (formalin) untuk mengawetkan makanan.

3.      Upaya untuk melindungi terjaganya atmosfir berbisnis dari hadirnya kemungkinan buruk akan “berkembang biaknya virus” perilaku-perilaku nonetikal, baik yang bersumber dari lingkungan internal maupun lingkungan eksternal organisasi. Disinyalir belakangan ini semakin sering saja terjadi kasus-kasus pencurian terhadap barang-barang milik organisasi dikarenakan minimnya informasi atau kurangnya penyuluhan mengenai etika bisnis yang disepakati bersama. Selain itu, masih banyak dijumpai pula kasus-kasus praktik berbisnis curang yang dilakukan oleh para pesaing karena hanya tergiur lamunan akan perolehan laba jangka pendek tanpa sedikit pun memahami keterkaitannya dengan kepentingan jangka panjang demi mengusung ketertiban tatanan etikal masyarakat.

4.      Berkembangnya kinerja etikal yang tinggi secara otomatis akan melindungi indvidu yang tengah bekerja di lingkungan bisnis dari situasi kerja yang saling melanggar moralitas, seperti penggunaan barang-barang berbahaya bagi para pekerja maupun bagi konsumen, pembuatan laporan keuangan serba palsu yang bertolak belakang dengan hati nurani, dan juga dari kemungkinan akan ketiadaan infrastruktur yang memenuhi persyaratan kesehatan serta mencegah minimnya standarisasi keselamatan kerja. Biasanya, organisasi-organisasi yang menangani pekerjanya dengan integritas etikal yang tinggi, mampu memompakan produktivitas kerja yang tinggi pula.

5.      Pada dasarnya setiap orang ingin bertindak konsisten dengan norma-norma etikal yang dianutnya. Seandainya terdapat pertentangan nilai-nilai etika bisnis, antara dirinya dengan organisasi tempat ia bekerja (sepanjang hari), jika hal demikian berlangsung secara berkepanjangan, akan mendorong timbulnya gangguan emosional (stres) – atau bahkan lebih lanjut dapat menyemai terbentuknya perilaku neurotik (terkungkung bayang-bayang kecemasan fiktif) yang pada tingkatan klinis bisa berubah menjadi depresi (terkungkung suasana kemurungan akut) – yang akan berdampak menurunkan daya kreativitas ataupun tingkat produktivitas seorang pekerja. Oleh karenanya, iklim etikal yang kondusif dan diterapkan secara konsisten pastilah akan memberikan nuansa ketenangan batin dan kenyamanan psikologis bagi pekerja, menjadikan mereka betah bekerja berlama-lama di suatu organisasi.
Di Indonesia sendiri, kecenderungan penerapan etika bisnisnya saat ini – sebagaimana yang sering dilaporkan oleh media massa – memang kian terasa menyedihkan, dikarenakan masih lemahnya moralitas para pengusaha Indonesia, yang dibarengi pula oleh carut-marutnya perundang-undangan dan hilangnya wibawa aparat penegak hukum dikarenakan citranya kerap tercoreng perilaku koruptif. Jika keadaan demikian terus menerus dibiarkan berlarut-larut tanpa terkesan ada upaya serius, konsepsional, dan konsisten untuk segera memperbaikinya, boleh jadi dapat diprediksikan Indonesia diprediksi dapat terjerembab ulang tanpa jalan pulang, yakni : semakin pendek “tarikan nafas” kehidupan perekonomiannya sekaligus terbuka kemungkinan luas menjadi amat terkucilkan kiprah para pelaku bisnisnya dari ajang pergaulan kaum investor dunia.

REFERENSI: